Deskripsi

Sinopsis Maha Marbot

Sungguh, alangkah mengerikannya menjadi calon sarjana dengan segala kenangan di dalamnya. Masa-masa menuju sarjana yang hanya diisi ketakutan tak akan mampu membayar biaya kuliah, ketakutan besok mau makan apa di tanah rantau, ketakutan terlambat datang ke kelas atau sekadar mengumpulkan tugas. Bergumul dengan rutinitas kampus yang tak mampu menggugah gairah belajar mahasiswanya. Mahasiswa milenial sekarang tak lebih dari sebongkah mesin pemuas tuntutan industri dengan ciri khas pemuja angka-angka tak bermakna. Sungguh, alangkah mengerikannya hidup mahasiswa milenial.

“Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah.” – Imam Al Ghazali

Berangkat dari ketidakrelaan menjadi calon sarjana dengan segala kenangan mengerikan di dalamnya, lahirlah buku Maha Marbot: Pesan dan Kritik Atas Nama Cinta. Buku yang berisi ocehan dan halusinasi penulis setiap menjelang tengah malam yang menulis di alam bawah sadarnya sampai ia pun tersadar bahwa ia sudah lama mati dan larut dalam ketidaksadarannya. Satu yang ia ingat, dia pernah berucap bahwa:

“Kuliah hanyalah bentuk ketidaksiapanku dalam menghadapi kenyataan kejamnya dunia. Maka aku harus susah payah mencari perlindungan atasnya melalui secarik lembar ijazahku.”

—-