
Menjadi pengusaha dan bos perempuan? Bisa dong! Harus memimpin puluhan—bahkan ratusan pekerja pria? Harus bisa.
Dunia yang semakin maju membuat isu gender terdengar basi kala membahas perbandingan kualitas kemampuan antara pria dan perempuan. Kini nggak hanya pria yang bisa jadi pemimpin, bos, dan pengusaha. Bahkan perempuan pun makin banyak yang menduduki tampuk pimpinan politik di negeri ini.
Namun, menjadi pengusaha dan bos perempuan yang punya banyak karyawan pria memang sedikit tricky, karena memang ya begitulah yang masih terjadi di Indonesia–yang masih punya mindset patriarki.
So, buat para pengusaha dan bos perempuan, tetap semangat menjalankan peran dan usahanya, dan berikut beberapa hal yang bisa dilakukan agar pekerjaan dan bisnis tetap lancar.
3 Hal tentang menjadi pengusaha dan bos perempuan yang punya banyak karyawan pria

1. Selami karakter pekerjaan
Menurut situs Konsultan Karier, pelajari tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan karyawan pria yang bekerja pada kita.
Jika bisnis kita membutuhkan tenaga kerja pria dari kelas pekerja terbawah, misalnya pekerja bangunan proyek, pekerja tambang, buruh pabrik, petugas cleaning service atau sopir, maka kita harus punya pengetahuan dasar yang cukup terlebih dahulu terhadap apa yang mereka kerjakan.
Selami apa saja yang menjadi tugas dan job description mereka sampai kita benar-benar paham. Dengan demikian, kita–sebagai pengusaha dan bos perempuan–mampu menunjukkan sikap respek dalam memperhatikan berbagai masukan dan keluhan mereka. Tunjukkan pula bahwa kita bukan tipe bos perempuan yang takut turun ke lapangan jika dibutuhkan.
Bagi para pekerja pria di kelas ini, sikap yang serius namun santai harus kita miliki agar mereka tetap respek pada kita tanpa memandang gender.
2. Akrabkan diri
Beda kelas pekerja, beda pula cara memperlakukannya. Apabila kita punya bisnis yang memungkinkan untuk merekrut karyawan pria pada level menengah, seperti petugas administrasi, sekretaris, atau petugas kasir, dan lainnya, kita nggak saja harus paham atas pekerjaan mereka, tetapi juga mampu meyakinkan bahwa kita sendiri bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut.
Perbanyak kesempatan bersantai dengan mereka, seperti makan siang bersama, gathering maupun meeting informal.
Pada kesempatan tersebut, kemukakan kepada mereka bahwa sebagai bos mereka, somehow, kita juga pernah berada pada posisi mereka, serta tahu betul cara-cara mengerjakan pekerjaan tersebut. Kita pun harus selalu siap jika sewaktu-waktu secara mendadak mereka meminta saran, masukan, maupun solusi atas persoalan yang mereka hadapi.
Masalah yang kerap dihadapi, terkadang untuk menunjukkan power-nya, seorang bos perempuan cenderung bersikap lebih pria ketimbang pria-pria yang dibawahinya, sehingga terkesan galak, arogan, serta super jaim. Ini pastinya akan kurang baik efeknya ya. So, ada baiknya kita selalu bisa wawas diri.
3. Berdiplomasi
Lalu, bagaimana cara memimpin para pekerja pria yang berada di level atas, seperti manajer keuangan, manajer pemasaran, manajer produksi, serta deretan manajer lainnya?
Tak hanya kemampuan otak yang kita butuhkan, namun juga kemampuan menyusun strategi dan berdiplomasi secara brilian. Dalam setiap meeting, baik formal maupun informal, catat masing-masing perencanaan maupun kegiatan yang sudah berhasil mereka lakukan, Evaluasi pun harus kita sampaikan secara terbuka berkaitan dengan segala laporan mereka.
Ingat juga untuk sesekali melakukan “pemeriksaan” mendadak pada kinerja anak buah sebelum meeting dimulai, untuk menghindari laporan-laporan yang bersifat “Asal Ibu Senang”.
Pada level seperti ini, kita sebagai pemilik bisnis dan bos perempuan harus menunjukkan sikap bahwa kita hadir sebagai seorang team leader dan penanggung jawab kemajuan perusahaan.
Memanggil para bawahan pria secara terpisah untuk mendiskusikan pekerjaan mereka adalah hal yang sah-sah saja dilakukan, agar para karyawan pria tersebut merasa tenang sekaligus bertanggung jawab atas apa yang telah mereka kerjakan.
Sebagai perempuan yang secara psikologis dipercaya memiliki kemampuan verbal yang jauh lebih tinggi dibandingkan para pria, kita dituntut untuk menumbuhkan sense of belonging terhadap perkembangan perusahaan kita. So, adalah penting untuk menanamkan, bahwa perusahaan tempat bekerja adalah milik mereka juga, nggak cuma milik kita sebagai pemilik bisnis tersebut.
Nah, sudah ada 3 trik mengelola para karyawan pria dalam perusahaan yang kita miliki, masing-masing disesuaikan dengan level pekerjaannya. Lalu, bagaimana dengan bisnisnya sendiri?
Untungnya, ada teman yang akan setia menemani.

Buku Entrepreneur Talks, yang ditulis oleh Herlina P. Dewi, ini bisa menjadi semacam diary bisnis bagi yang ingin memulai usaha, dan kemudian melejitkannya. Banyak inspirasi bisa didapatkan dari buku ini yang akan menuntun setiap pengusaha dan bos perempuan untuk mengembangkan bisnis yang dirintis.
Dengan bahasa yang renyah, dan banyaknya tip aplikatif, membuat buku ini menjadi semacam buku wajib bagi para pengusaha–bahkan tak hanya terbatas pada para pengusaha perempuan saja.
Dapatkan buku Entrepreneur Talks di toko buku Gramedia, atau bisa juga memesan langsung ke Stiletto Book melalui WhatsApp.